Blog Universitas Pertamina

RESESI GLOBAL? Swasembada energi harus dianyam dari sekarang! (Bagian 01)

Intro: Gaung resesi global kian besar, tidak hanya negara-negara Eropa & AS, tapi harga migas yang naik secara fluktuatif membuat ketidakpastian dunia ekspor-impor negara-negara Asia, termasuk Indonesia. Untuk negara dengan jumlah penduduk besar seperti kita (~275jt orang), swasembada pangan dan energilah kuncinya! Swasembada ini tidak mudah, butuh waktu menganyamnya, tapi harus kita upayakan sekalipun bendera resesi global mulai berkibar.

Resesi yang terjadi saat ini berbeda dari resesi 1997-1998. Setelah dua tahunan dalam kungkungan pandemik Covid19 yg menggoyang perekonomian dunia, berlanjut dgn banyak sektor perekonomian yg baru bangkit namun tiba-tiba terlibas akibat gelut konflik perang Rusia-Ukraina yg memicu sangsi bagi Rusia untuk tidak mengalirkan migasnya ke daerah Eropa. Rusia menanggapi dengan serius, aliran pipa migas ditutup, sementara Rusia merupakan penyuplai ~4% minyak dunia yg pasarnya adalah negara-negara Eropa dan China. Eropa yg bergantung pada migas Rusia kewalahan mencari sumber migas lain. Winter is coming, kebutuhan migas Eropa semakin meningkat. Migas merupakan investasi dan komoditi strategis dunia, dapat mempengaruhi iklim perekonomian suatu negara, kenaikan harga (inflasi) hingga politik dalam dan luar negeri. Eropa juga mencari suplai dari negara-negara Asia, gejolak perekonomian perlahan merambat ke negara-negara Asia. Terganggunya pasokan migas dunia menyebabkan harga minyak fluktuatif dan cenderung naik sejak Feb 2022, harga kebutuhan lainnya turut naik terutama harga bahan pangan dan energi, inflasi mulai tidak terkendali (Gambar 1&2), dunia di ambang resesi!

Berdasarkan berita CNN pada awal Sept 2022, inflasi meningkat tajam secara global, bahkan Turki berada di urutan pertama (inflasi ~79%), lalu diikuti oleh Argentina (~71%), Rusia (~15%), Belanda (~10%), dll. Perang seperti pedang bermata dua, menusuk lawan di satu sisi, sisi lainnya menusuk diri sendiri. Rusia termasuk yang terdampak inflasi tinggi akibat invasinya ke Ukraina, hanya saja Rusia masih sanggup mengatasinya dan mengalami penurunan inflasi (CNN Business, 29 Sept 2022).

Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat juga mengalami hal yang sama. Amerika Serikat dan Inggris misalnya berada di angka inflasi tinggi juga (~8%), membuat warganya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup karena harga pangan dan energi melambung tinggi.

Bagaimana dengan Indonesia? Bulan lalu Ibu Menkeu kita sudah menyampaikan bahwa dunia di ambang krisis ekonomi global (resesi). Berdasarkan Bank Indonesia (BI), Indonesia mengalami kenaikan inflasi gradual sejak Feb 2022. (Gambar 2) dari ~2% menuju 5.95%. Masih berdasarkan BI, pada akhir 2021 inflasi yg diharapkan untuk pembangunan kita di tahun 2022-2023 adalah 2.5% hingga 3%. Dapat dibayangkan inflasi saat ini hampir dua kali inflasi yang seharusnya terjadi jika perang tidak pecah. Belum lagi ketegangan antara negara Taiwan dan China yang sewaktu-waktu bisa pecah dan memperburuk ekonomi global. Untuk negara dengan jumlah penduduk besar seperti kita (~275jt orang), swasembada pangan dan energi yang harus kita ciptakan, kalau kita bergantung pada keran import, maka subsidi harus digelontorkan untuk menjaga kendali daya jual dan daya beli masyarakat, utang negara akan terus membengkak!

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *