Blog Universitas Pertamina

JOGJAKU PANCEN ISTIMEWA

Setelah sekian purnama akhirnya kesempatan itu datang, bisa kerkunjung ke Jogja Kembali. Walaupun secara Genetik sebagai putra yang lahir di Jogja, tapi setelah pindah ke Sumatra, praktis sangat jarang bisa pulang ke Jogja. Alhamdulillah tahun ini, bisa disempatkan ke Jogja dalam rangka mengikuti rangkaian kegiatan Seminar Nasional dan Kongres ISLI (Institute Supply Chain dan Logistik Indonesia). Kegiatan tahunan yang sayang untuk dilewatkan, ISLI adalah asosiasi resmi keilmuan Logistik dan Rantai Pasok (Supply Chain) yang terdiri lebih dari 500 orang anggota yang berasal dari Akademisi, praktisi dan pakar-pakar keilmuan Logistik dan rantai pasok dari seluruh Indonesia. Tentunya pertemuan ini sangat berharga untuk dilewatkan.

Tapi kali ini kita tidak membahas kegiatan ISLI dulu ya (dibahas di tulisan lainnya), hehehe.

“Koyo Jogja Istimewa”, kata Ndarboy Genk.

Salah satunya adalah bisa menikmati jajanan jaman dulu yang udah susah untuk ditemui. Waktu kecil waluapun tinggal di sumatra, Ibu masih sering buat jajanan tradisional jogja, tetapi sejak kuliah dan pindah ke padang dan jakarta ga pernah lagi merasakan.

Tiwul

Tiwul adalah jajanan pertama yang dikangenin waktu di Jogja. Tiwul merupakan makanan yang identik dengan kemiskinan dan kelaparan, terbuat dari ubi atau singkong dengan taburan kelapa parut dan gula merah. Dahulu tiwul dijadikan makanan pengganti nasi khususnya di daerah gunung kidul yang secara geografis cocok untuk ditanam singkong.

Versi asli dari tiwul ini sebenarnya cenderung hambar, karena hanya dibuat dari singkong kering yang dihancurkan dicampur parutan kelapa.

Geplak/gatot

Gatot atau Geplak sebenarnya mirip dengan tiwul karena bahan bakunya sama yaitu Singkong yang dikeringkan. Ini makanya paling disukai waktu kecil, dan sering dibuat oleh ibu dirumah. Sangat mudah dibuat, hanya singkong yang telah dikupas kemudian dijemur berhari-hari hingga menghitam dan kering. Teksturnya cendrung kenyal sedikit alot. Paling enak kalo dicampur gula jawa atau dimakan begitu saja.

Tetapi dalam pembuatan tiwul atau gatot perlu berhati-hati saat menjemur singkong. Dalam proses penjemuran yang tidak baik, kadang tumbuh jamur Aspergitus flavus yang sebabkan keracunan karena mengandung asam sianida.

Jenang “Mbah”

Ini sebenarnya mirip jenang di jakarta, tetapi dengan rasa otentik yang sulit digambarkan hehehe. Aku sendiri lupa namanya jenang apa,  “mbah” disini karena yang jualan udah mbah-mbah, hehehe

Terdiri dari jenang warna coklat ditambah santan kelapa, sehingga perpaduan manis dan gurih lumer di mulut, sensasinya sangat ngangenin.

Dan cukup disayangkan, ketiga makanan khas ini ga ditemukan di pusat malioboro. Selama hampir 3 hari di jogja, muter-muter malioboro ga nemuin makanan khas jogja. Kebanyakan di malioboro dipenuhi pedagang angkringan, soto, sate-satean. Padahal wisatawan bisa jadi ingin mencicipi jajajan tradisional “ndeso” khas Jogjakarta.

Untuk mendapatkan jajanan di atas, kita harus berjalan atau naek becak ke pasar tradisional di daerah pasar Lempuyang atau di pasar krangan.

Jajanan Mbah Satinem

Mbah Satinem adalah salah satu Legenda hidup jajanan tradisional yang masih eksis hingga saat ini. Salah satu destinasi kuliner yang paling dicari oleh wisatawan jika berkunjung ke Jogja. Usaianya sudah mendekati 100 tahun, tapi masih berjualan jajanan tradional jogja seperti tiwul, geplak dll.

Tapi kalo mau datang ke tempat mbah satinem jualan harus rela ngantri yang dibuat nomor antrian sampai 40an nomor. Dan jika sudah habis siap-siap menunggu batch berukitnya jika batch 1 sudah selesai dilayani.

Semoga jika berkunjung ke jogja lagi, bisa merasakan jajanan tradional yang lain.

Salam,

jogja istimewa

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *