Blog Universitas Pertamina

BAHAGIA ITU SEDERHANA

Kesempatan itu datang lagi. Menemani mahasiswa mengikuti seminar nasional di UGM Jogja menjadi caraku bisa kembali menikmati Jogja.

Ini adalah kali ke-2 aku menikmati Jogja sejak kembali ke Indonesia, dan tetap Jogja selalu memberikan suasana yang menyenangkan.

Entahlah, mungkin karena Jogja adalah tempat dimana aku dilahirkan, sehingga vibe nya selalu terasa sampai ke hati.

Perjalanan kali ini aku tidak sendiri, bersama teman-teman mahasiswa kunikmati Jogja walaupun hanya beberapa hari.  Sarapan Gudeg, menjadi makanan pertama yang kunikmati setelah lari pagi di hari pertama. Entah knapa, kuat banget dorongan untuk makan gudeg pagi ini.

Jika sebelumnya aku cari gudeg mbah satinem, kali ini aku cari gudeg masih disekitaran malioboro. Satu yang menjadi tanda berhentiku adalah di tempat gudeg yang pembelinya adalah orang-orang tua. Akhirnya ketemu juga di sini, tidak jauh dari hotel. Rasa Manis Gudeg bisa ngeblend dengan rasa pedes dari Krecek. Kalo ga ingat baru selesai lari, mungkin aku minta porsi gede. Hehehehe

Gudeg memberikan pelajaran tentang hakikat kesabaran, ketenangan. Proses memasak yang lama dengan takaran yang pas dari gula dan garam sebagai bumbu utama menjadikan Gudeg punya citarasa yang otentik. Ditambah lagi waktu memasak yang lama membutuhkan kesabaran dan ketenangan, menjadikan bagiku sangat berkesan disetiap suapannya. Apalagi jika melihat yang masak dan yang menjual sudah sepuh, menjadikan memoriku kembali ke masa anak-anak bersama simbah di desa.

Malam hari, kembali kunikmati suasana meriah jalan Malioboro. Tetap ikon Malioboro menjadi magnet utama yang menjadi daya tarik siapapun yang berkunjung ke Jogja.

“Belum ke Jogja kalo belum ke Malioboro”

Begitulah kira-kira pikiran siapapun yang berkunjung ke Jogja. Begitupun aku, walaupun bukan yang pertama. Tetap saja, Malioboro adalah destinasi yang mesti dimasukkan dalam list.

Karena perut sudah mulai bernyanyi, malam ini ingin kunikmati makan di angkringan. Kali ini aku ingin makan di angkringan “grobakan” yang ada disekitar malioboro. Dalam memilih, tetap aku cari angkringan yang kelihatan biasa-biasa aja tetapi ramai pembelinya. Akhirnya ketemu angkringan di jalan Sosrowijayan.

seperti angkringan umumnya, hanya gerobak sederhana dengan bangku-bangku plastik yang diletakkan disekitar gerobak. Menupun sama; sego kucing, sate-satean, tahu/tempe bacem, dan kopi/teh dan aneka minuman sachet.

Tapi inilah yang membuatku jatuh cinta. Sego Angkringan mengajarkan tentang kesedehanaan dan kebahagiaan.

“Kadang bahagia itu datang dari hal-hal yang sederhana”

Senyum dan keramahan bapak penjualnya membuat siapa saja yang makan di sana merasakan kebahagiaan itu. Seterkenalnya Jogja sekarang, Sego Angkringan tetaplah nyederhana, sebungkus nasi sambel tempe, ditambah 2 tusuk sate ayam plus tahu bacem Cuma 10.000 rupiah.

Dari Sego angkringan aku belajar tentang kesederhanaan seperti menikmati dunia ini. Dalam prosi kecil akan sangat nikmat, tetapi saat kita tambah lagi dan lagi, maka kenikmatan itu sedikit demi sedikit akan  mulai memudar..

“Ora Usah Meri Karo Kelebihane Wong Liyo,

Luih Becik Syukurono Lan Rumatono Opo sing  Wes Dadi Kelebihanmu”

Semoga aku bisa kembali menikmati kesederhanaan ini lagi dilain waktu.

Jogja, 11 Agustus 2023

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *