Blog Universitas Pertamina

Tourism Supply Chain

Pembatasan aktivitas secara ketat saat dan pasca pandemi telah menyebabkan ekonomi industrial melambat. Kita sebut saja sebagai ekonomi industrial karena sektor inilah yang awal-awal dan terus-menerus terdampak pembatasan dimana perputaran barang, jasa, dan tentu saja uang sebagai alat transaksinya, menjadi tidak senormal pada masa sebelum pandemi. Disisi lain, ketika ekonomi tersendat, efeknya turut dirasakan pula oleh industri pariwisata. Sebagaimana teori Maslow tentang piramida pemenuhan kebutuhan manusia maka disaat rata-rata orang bekerja keras pada level demi memenuhi kebutuhan primer maka kebutuhan pada hirarki yang lebih tinggi, tidak akan menjadi prioritas. Kebutuhan bersenang-senang, berwisata hingga aktualisasi diri secara otomatis dikesampingkan. Kondisi inilah yang menyebabkan anjloknya industri pariwisata di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Sehubungan dengan frase supply chain management, ada banyak sekali ahli yang menjelaskannya. Supply chain management atau manajemen rantai pasok ini dapat dijabarkan sebagai seni mengelola aliran barang dan/atau jasa mulai dari hulu ketika produk masih berupa bahan baku yang kemudian diproses di sepanjang aliran (maka disebut rantai) oleh berbagai pihak/aktor hingga barang atau jasa ini sampai ke hilir, dan bisa dikonsumsi oleh pengguna akhir (end customer). Konsep SCM ini pada prinsipnya dapat diterapkan diberbagai area, tidak terkecuali pariwisata sehingga kita mengenal juga istilah tourism supply chain management. SCM yang umum identik dengan industri manufaktur maka kita seringkali diberikan contoh kasus produksi mobil beserta suku cadangnya dikelas-kelas manajemen rantai pasok. Ketika kata tourism disatukan dengan SCM, sejatinya teori yang kita bahas serupa dengan SCM manufaktur. Pada SCM umum, kita mengenal produk-produk berwujud (tangible) maka pada tourism SCM, produk yang menjadi amatan adalah produk-produk jasa pariwisata, yang “diproduksi” (dikemas) melalui rantai pasok pariwisata untuk dipasarkan kepada konsumen akhirnya yaitu turis/pelancong/wisatawan. Pada SCM manufaktur, kita mengenal aktor-aktor rantai pasoknya yang meliputi pemasok bahan baku (supplier), produsen (pabrik), distributor, wholesaler, retailer, dan konsumen akhir. Sedangkan pada tourism SCM, aktor-aktornya secara spesifik mencakup pemasok (jasa transportasi, amenities, fasilitas, dan infrastruktur wisata), pengelola atau penyedia jasa pariwisata yang bertindak seperti “pabrik” pada SCM manufaktur, hingga turis sebagai konsumen akhir yang menikmati jasa pariwisata yang disajikan.

Pengelolaan rantai pasok pariwisata utamanya ditujukan untuk mendorong tingkat “visit intention” yang jika dipupuk akan menjadi “tourist loyalty” yaitu keadaan dimana turis bersedia berkunjung dan datang kembali ke suatu area wisata. Kesediaan turis untuk berkunjung lebih dari sekali, dan dalam kelompok yang signifikan inilah yang akan menyehatkan industri pariwisata. Kita memang menyadari, penghambat utama diraihnya “tourist loyalty” pada masa sekarang ini adalah faktor-faktor yang terkait pandemi. Suatu model konseptual yang dikemukakan pada disertasi berjudul “Impact of Logistics Service Performance on Tourist Satisfaction and Loyalty” (Liang, Hui-chung, 2008) menyebutkan bahwa “tourist loyalty” dipengaruhi oleh sejumlah hal: “tourist satisfaction”, “logistics service performance”, “perceived service value”, dan “tourism supplier’s service quality”. Maka sekarang ini, keempat faktor penentu “tourist loyalty” ini yang perlu diinvestigasi ulang dengan memasukkan pertimbangan-pertimbangan keamanan dan kenyamanan berwisata pada masa pandemi Covid-19. Dalam hal ini, perlu dilakukan berbagai penyesuaian di sepanjang rantai pasok pariwisata Indonesia, yang melibatkan berbagai pihak, tidak hanya penggerak langsung industri pariwisata tapi juga pemerintah pusat dan daerah yang berkepentingan.

Jika kita mampu meramu dengan tepat hal-hal ini: pandemi, pariwisata, dan supply chain management, maka kita akan memperoleh manfaat yang nyata berupa kembali hidupnya industri pariwisata yang menyebabkan efek domino pada pemulihan ekonomi Indonesia. Studi lebih lanjut yang memperhatikan kondisi dan karakteristik masing-masing area atau penyedia jasa pariwisata, sudah dan sedang kami (Kelompok Keahlian Rantai Pasok Global, Program Studi Teknik Logistik, Universitas Pertamina) lakukan. Sejumlah hasil penelitian tersebut sedang dalam proses untuk publikasi, disisi lain insight-nya juga kami manifestasikan dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat “Uperaisal 2023” yang mengusung judul “Pendampingan Peningkatan Daya Saing Bisnis Melalui Tourism Supply Chain Management di Desa Wisata Alam Endah Bandung”; https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/alamendah.

By Epo P. K.
By Epo P. K.

Tim dosen pada PKM ini diketuai oleh Nur Layli Rachmawati, dan beranggotakan Yelita Anggiane Iskandar, Resista Vikaliana, Adji Candra Kurniawan, Rahmad Inca Liperda, Mirna Lusiani, Wegik Dwi Prasetyo, Ita Musfirowati Hanika, Muhammad Nur Ahadi, Ari Rahman, dan Epo Prasetya Kusumah. Survei pendahuluan telah kami lakukan pada bulan Maret lalu sedangkan untuk pelaksanaannya, akan kami update kembali di sini.

Referensi:

Liang, H.-chung. (2008). Impact of Logistics Service Performance on Tourist Satisfaction and Loyalty (dissertation).

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *