Blog Universitas Pertamina

Hegemoni Perilaku Konsumtif di Komunitas Exo-L Semarang dan Kaitannya dengan Kesadaran Palsu (False-Consciousness)

Fenomena penggemar sebenarnya sudah muncul dan menjadi topik perbincangan orang- orang di seluruh dunia. Fenomena ini sudah muncul sejak kehadiran musik-musik barat terutama dari Amerika seperti westlife dan pussycat dolls yang membawa pengaruh di seluruh penjuru dunia. Tak hanya di Amerika, sebenarnya Grup band korea telah muncul di era 1990-an, seperti FIN.kl yang telah membawa nama korean pop menjadi eksis di kalangan dunia. Dimana ada idola, disitu ada penggemar. Seorang penggemar biasanya akan mengalami gejolak emosi yang berlebih terhadap apapun yang dilakukan oleh idolanya. Adalah hal yang wajar apabila gejolak emosi tersebut diungkapkan melalui tangisan, teriakan histeris, dan muncul rasa penasaran idola mereka.

Berdasarkan informasi yang berasal dari koreantimes.co.kr menyatakan bahwa penggemar terbanyak pada tahun 2013 yang menempati urutan pertama di dunia berasal dari Asia dan Oseania, kemudian diikuti oleh amerika, Eropa, Afrika dan Timur-tengah. Tak jarang seseorang akan membayangkan sang idola sebagai kekasih atau muncul berbagai fantasi liar (Ketsoglou dalam Pradata, 2019).

Didukung oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, masyarakat dapat mengakses dengan mudah apapun yang mereka inginkan, salah satunya budaya korea selatan yang sudah mendunia keberadaannya termasuk Indonesia. Salah satu hal yang sangat berdampak saat ini adalah keberadaan K-pop yang dapat mengubah perilaku masyarakat yang menyukainya terutama remaja. Budaya populer (pop) yang biasa dimaknai sebagai budaya yang ringan dan trendi, Di Indonesia sendiri perkembangan K-pop dimulai pada tahun 2009 dan berkembang pesat pada tahun 2013. Perkembangan ini dibuktikan ketika munculnya “Asian Fans Club (AFC)” yang didirikan pada 1 Agustus 2009 oleh perempuan bernama Santi Ela Sari. Data ini didapatkan dari data statistik melalui situs Pagerankalexa.com. Asian Fans Club sendiri adalah situs ‘Korean Entertainment’ terbesar di Indonesia, dimana hingga 20 oktober 2013 telah dikunjungi sebanyak 12.857.543 pengunjung yang berarti rata-sata terdapat 5.864 orang setiap hari yang mengunjungi situs tersebut (Khairunnisa dalam Mahdia & Indah, 2021).

Dalam hal ini penulis akan membahas salah satu produk budaya pop korea atau k-pop yaitu boyband EXO yang mulai debut oleh SM Entertainment pada tahun 2012. Tidak hanya unsur musik yang ada dalam K-pop, didalamnya juga ada style atau gaya busana, koreografi, serta visual yang mendukung penampilan sang artis. Boyband EXO populer disebabkan oleh bermacam lagu yang dibawakan diikuti dengan penampilan dance (menari) yang membuat penggemar mengaguminya. EXO merupakan grup yang beranggotakan 12 (dua belas) member laki-laki yang telah memperoleh berbagai piala penghargaan (Rahmawati, 2017). Kehadiran EXO yang mendunia bersamaan dengan keluarnya penggemar yang dinamakan dengan EXO-L. Saat ini EXO-L telah tersebar di segala penjuru negeri terutama Indonesia.

Keberadaan EXO-L di Indonesia sangat digilai kalangan remaja Indonesia dan tersebar di penjuru kota terutama kota Semarang. Berdasarkan fenomena tersebut, maka akan dilakukan analisis dengan menggunakan metode kualitatif dan wawancara langsung kepada salah satu narasumber yang tergabung dalam komunitas EXO-L Semarang, hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berupa efek kepada individu yang tergabung dalam suatu komunitas K-pop. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat data dan informasi melalui penelitian melihat bagaimana secara khusus komunitas EXO-L Semarang bergerak dengan judul “Hegemoni Perilaku Konsumtif di Komunitas Exo-L Semarang dalam Menciptakan Kesadaran Palsu”.

Hegemoni

Hegemoni diambil dari bahasa Yunani egemonia yang memiliki arti penguasaan satu bangsa kepada bangsa yang lain. Menurut salah satu pemikir besar bernama Antonio Gramsci Hegemoni adalah titik temu atau jalan tengah dimana sebuah keterdudukan itu diperoleh dari penerimaan ideologi kelas yang menguasai oleh kelas yang terkuasai. (dalam Siswati, 2017). Sederhananya hegemoni adalah cara kepemimpinan untuk mendominasi agar bisa dijadikan kekuasaan. Jadi hegemoni adalah cara kepemimpinan untuk mendominasi seseorang ataupun sebuah kelompok. Hegemoni ini yang nantinya akan mengakibatkan perubahan yang dikehendaki oleh orang maupun kelompok yang menguasai (menghemoni).

False-consciousness
False-Consciousness atau kesadaran palsu masuk ke dalam kesadaran kelas yang dicetuskan oleh Karl Marx. Namun, dalam bahasannya Karl Marx menjelaskan bahwa kesadaran palsu tidak pernah digunakan dalam menjelaskan atau memaparkan fenomena kesadaran kelas proletariat. Kesadaran palsu ini pertama kali ada di dalam tulisan Friedrich Engels, dalam suratnya kepada Franz Mehring pada 14 Juli 1898. Surat yang diberikan ini, Christoper Pines di dalam buku yang dituliskan oleh Marx and His Historical Progenitors menyatakan bahwa kesadaran palsu memiliki beberapa makna. Di dalam intinya kesadaran palsu merupakan ketika seseorang gagal dalam merealisasikan kesadaran sejati mereka sebagai suatu kelas. Seorang ilmuwan politik bernama Ralph Miliband menyebutkan bahwa kesadaran palsu merupakan kegagalan dalam kelas proletarian dalam merealisasikan tugas-tugas universalnya: class for itself.

Kesadaran palsu dapat diartikan sebagai suatu persepsi hubungan seseorang dengan sistem ekonomi sosial yang bersifat secara individu, serta kegagalan dalam melihat diri sendiri sebagai bagian di dalam suatu kelompok kelas. Marx menjelaskan bahwa sebelum seseorang mengembangkan kesadaran kelas, mereka berjalan di dalam kesadaran palsu. Marx menjelaskan bahwa ia melihat kesadaran palsu sebagai produk atau hasil dari sistem sosial yang tidak setara dan dikendalikan oleh para minoritas elit yang kuat. Kesadaran palsu sendiri merupakan kebalikan dari pengertian kesadaran sosial.

Teori Konvergensi Simbolik
Teori konvergensi simbolis merupakan teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Ernest Bowman, John Klagen, dan Donald Shields. Teori ini menjelaskan bagaimana individu dalam kelompok dapat mencapai kesamaannya masing masing melalui komunikasi. Teori ini menjelaskan bahwa dalam anggota atau individu dalam kelompok memiliki banyak kesamaan, baik dari segi kepribadian yang mana kesamaan tersebut akan membentuk identitas kelompok, yang pada akhirnya akan memengaruhi dinamika lain dalam kelompok, seperti norma, peran, dan pengambilan keputusan dalam kelompok. Teori konvergensi simbolik juga menjelaskan bahwa individu dalam kelompok akan menciptakan simbol dan atau makna yang hanya diketahui oleh anggota kelompok tersebut, sehingga pada akhirnya interaksi dalam kelompok berjalan dramatis. Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa anggota kelompok menciptakan fantasi untuk membentuk kelompok yang kohesif. Fantasi yang dimaksud berupa cerita untuk mengungkapkan emosi masing-masing anggota kelompok.

Teori Fungsional
Fungsional dalam teori ini menjelaskan adanya efek atau pengaruh dan konsekuensi dari perilaku anggota dalam sistem kelompok. Komunikasi berdampak pada kelompok yang tentunya memiliki fungsi. Oleh karena itu, teori-ini yang berfokus pada fungsi kelompok mencoba untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perilaku yang membantu atau memungkinkan kelompok untuk mencapai tujuan mereka dan menghasilkan kohesivitas kelompok yang tinggi. Tujuan akan tercapai ketika anggota kelompok memiliki interaksi, komunikasi, atau diskusi yang dapat mempengaruhi output kelompok tersebut.

Kasus Fandom EXO-L Semarang

Kasus yang kami angkat adalah komunitas fandom EXO-L melalui wawancara dengan salah seorang wanita berinisial S yang merupakan salah satu satu anggota dari fandom tersebut. S pertama kali mengetahui adanya komunitas EXO-L sejak tahun 2012, namun pada saat itu ia merasa biasa aja dalam melihat grup EXO dan belum ada ketertarikan. Hingga kemudian S pada tahun 2016 S mulai mencari tahu lebih dalam tentang grup band EXO dan kemudian memutuskan untuk bergabung dengan komunitas fandom EXO-L yang dimana pada saat itu EXO-L sedang booming karena peluncuran album baru “Monster” yang menjadi pusat perhatian hingga di seluruh dunia dan S pun semakin penasaran terhadap komunitas tersebut.

Komunitas fandom EXO-L ini terdiri atas kelompok yang menyeluruh dalam suatu daerah dan juga terdapat kelompok yang sesuai bias masing-masing individu. Pada tahun 2016, S bergabung pada komunitas fandom EXO-L yang diberi nama EXO-L Semarang dan juga pada 2017 ia bergabung pada komunitas sesama bias Sehun, yang dimana Sehun adalah salah satu anggota dari grup band EXO. Alasan S ingin bergabung ke dalam komunitas fandom ini adalah karena mereka memiliki banyak kesamaan di dalamnya, merasa nyambung dan nyaman saat ngobrol dengan sesama anggotanya.

Kekompakan yang terlihat antara sesama dari anggota komunitas fandom EXO-L adalah bagaimana mereka sama-sama mengadakan acara dalam rangka merayakan anniversary EXO dan juga pada saat salah satu dari anggota grup band EXO memainkan peran pada sebuah film, maka komunitas ini mengadakan kegiatan nonton bersama dengan menyewa studio bioskop khusus untuk komunitas fandom EXO-L. Dibalik kekompakan yang terjalin antara komunitas fandom EXO-L, tanpa disadari mereka juga masuk ke dalam perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif yang terdapat pada komunitas ini terlihat dari bagaimana mereka menginginkan sesuatu yang berkaitan dengan EXO, misalnya seperti yang dialami oleh S yaitu menyukai dan ingin membeli barang-barang yang digunakan oleh personel grup band EXO, kemudian saat EXO mengeluarkan album terbaru yang terdiri dari 6 versi maka ia mungkin membeli 3 diantaranya, lalu saat EXO menjadi model dalam sebuah majalah maka ia pun membeli majalah tersebut, dan berusaha mendapatkan merchandise yang berkaitan dengan EXO dari agensi berdasarkan bias masing-masing berupa photo card.

Analisis Kasus
Berdasarkan kasus yang kami angkat, maka kami menganalisisnya dengan teori komunikasi kelompok yang kami gunakan yaitu teori konvergensi simbolik dan teori fungsional. Teori komunikasi kelompok yang pertama adalah teori konvergensi simbolik, yang mana teori ini menjelaskan bahwa individu atau anggota kelompok mencapai kesamaan masing-masing melalui komunikasi, yang kemudian dari kesamaan itu, akan membentuk identitas kelompok. Dalam teori ini dijelaskan bahwa anggota dalam kelompok mempunyai simbol atau makna yang mana makna tersebut hanya dipahami oleh anggota kelompok itu saja. Seperti pada fandom Exo-L “We are one” atau biasanya “we are one exo saranghaja”. Selain itu terdapat fantasi dalam teori ini, yang mana fantasi tersebut berguna untuk membentuk kelompok yang kohesif karena sesama anggota memiliki fantasi untuk mengungkapkan emosi masing-masing. Dalam fandom Exo-L fantasi diciptakan untuk menciptakan kelompok yang kohesif, seperti dengan mengungkapkan cerita bahwa idol yang mereka suka adalah pasangan mereka di masa depan. Fantasi ini sering kali digunakan para penggemar K-Pop untuk menciptakan kohesivitas dalam fandom tersebut.

Selain itu, kasus ini juga dapat dianalisis melalui teori komunikasi kelompok yaitu teori fungsional. Teori fungsional menjelaskan perilaku yang membantu kelompok untuk mencapai tujuan mereka dan menghasilkan kohesivitas kelompok yang tinggi. Dalam kasus yang kami angkat, maka dapat dianalisis bahwa interaksi antara anggota kelompok dalam fandom Exo-L membuat kelompok tersebut menjadi kohesif. Dari hasil wawancara dengan salah satu anggota fandom tersebut, sesama anggota menciptakan kohesif dengan cara interaksi dan partisipasi dengan kelompok, misalnya mengadakan acara berbagai makanan, dengan tujuan mencapai tujuan kelompok untuk membentuk kelompok fandom yang kohesif. Selain menganalisis kasus dari teori komunikasi kelompok, untuk mengetahui penyebab perilaku konsumtif fandom Exo-L khususnya di Semarang, dan kaitannya dengan false- consciousness, maka kami juga menggunakan fishbone tools analysis, yang mana penyebab dari perilaku konsumtif tersebut adalah kategori people, yang penyebabnya terdiri dari sifat manusia untuk memenuhi kebutuhannya (false-consciousness), menjadi bagian dari kelompok, lalu kategori product, yang penyebabnya terdiri dari produk yang unik, bervariasi, berhubungan dengan member Exo, dan produk yang menunjukkan ciri khas Exo-L.

Kemudian faktor penyebab dari kategori produktivitas dan kualitas, yang mana barang atau merchandise tersebut banyak dijual di pasaran, promosinya beragam, dan memiliki bahan yang bagus dan berkualitas, serta faktor penyebab dari kategori promosi, yang mana barang atau merchandise dipromosikan melalui media online dan offline, sehingga para penggemar dapat membeli barang tersebut, dan mudah didapatkan di berbagai platform e-commerce di media online.

Melihat efek bergabung dengan sebuah fandom atau kelompok pecinta pop korea, maka dapat dianalisis dampaknya pada perilaku konsumtif terhadap orang yang bergabung dalam kelompok tersebut. Selain itu, dengan bergabung dalam kelompok pecinta pop korea juga akan menuntut anggota kelompok agar ikut membeli merchandise yang membawa nama idola mereka. Walaupun sebenarnya itu bukan sebuah kebutuhan, tetapi mereka akan tetap membelinya, agar dapat disebut sebagai penggemar atau fans yang loyal. Ini juga dapat dikatakan sebagai pengaruh media yang mempromosikan barang-barang tersebut dan lingkungan sekitarnya, sehingga anggota dari fandom tersebut menjadi lebih konsumtif dengan membeli barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan primer itu. Dari kasus tersebut, maka dapat dikaitkan dengan kesadaran palsu atau sering disebut false-consciousness yang diciptakan oleh anggota kelompok dan lingkungan kelompok tersebut, yang mana dengan membeli barang-barang yang berhubungan dengan idola mereka adalah sesuatu yang wajar meskipun itu bukan lah suatu kebutuhan primer, yang pada akhirnya membuat para anggota dalam fandom tersebut tak sadar bahwa mereka telah terhegemoni oleh pop korea dan idola mereka, serta perusahaan yang memproduksi iklan dan produk barang atau merchandise Exo- L tersebut, misalnya ketika Exo-L mengeluarkan album mereka dengan berbagai macam versi, maka penggemar nya akan membeli semua versi dari album tersebut, meskipun isi album tersebut sama, ini tentu memunculkan perilaku konsumtif bagi para penggemar boy group tersebut, demi untuk menunjukkan bahwa mereka adalah penggemar sejati dan mendukung Exo, sehingga telah menciptakan sebuah kesadaran palsu atau false-consciousness bagi para
penggemar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Beebe, Steven A, Materson, John T (1994). Communicating in Small Groups, Principles and Practices, 7th edition. Boston: Harper College Publisher.

Indrawati, A. T. (2014). Hegemoni Kekuasaan dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Littlejohn, S.W., Foss, K.A. & Oetzel, J.G. (2017). Theories of Human Communication. Long Grove, IL: Waveland Press.

Mahdia, A. & Indah S. (2021). KOREAN WAVE DI KALANGAN MAHASISWA ANGKATAN 2020 UNIVERSITAS PERTAMINA SE-JABODETABEK. https://www.academia.edu/50934928/KOREAN_WAVE_DI_KALANGAN_MAHASISWA_ANGKATAN_2020_UNIVERSITAS_PERTAMINA_SE_JABODETABEK.

Pontoh, C. H. (2010). Kesadaran Palsu. Rubik Opini: Mahasiswa City University of New York. https://scientiarum.com/2010/08/05/kesadaran-palsu/. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2021, pukul 14.05 WIB.

Pradata, H. A. (2019). Sebuah Studi Psikologis Terhadap Proses Idolisasi Remaja Terhadap Idola K-Pop (Korean Pop). Insight: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 15(2), 341-352.

Rahmawati, E. Y. (2017). Aktivitas fandom dalam mengaktualisasi fenomena slash pairing pada akun media sosial instagram (Studi etnografi virtual pada fandom boyband EXO di media sosial Instagram) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Siswati, E. (2017). Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci. Translitera: Jurnal Kajian Komunikasi Dan Studi Media, 5(1), 11-33.

Suryadi, I. (2010). Teori konvergensi simbolik. Academica, 2(2).

Ditulis oleh:
Azkanita Mahdia (106120018)
Saraswati Dwi Indah Putri (106120035)
Sheikha Eldina Usman (106120042)
Andi Saffanah Zahra (106120054)
Widya Tamara Sitohang (106120055)
Putri Ayu Nababan (106120058)

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *