Blog Universitas Pertamina

ECO ENZYME : KETIKA ALAM MEMBALAS KEBAIKAN PADA MANUSIA

Oleh :

AM. Unggul Putranto

Kata orang, paling enak itu jadi orang yang pas-pasan. Lho kenapa ? Karena pas kita perlu, sesuatu yang kita inginkan tersedia. Pas kita pingin makan pecel, tetangga yang sedang hajatan mengirimi pecel. Pas lagi perlu ide bisnis, ada teman kirim undangan untuk ikut seminar bisnis gratis.  Bukankah yang pas itu membahagiakan ? Apalagi pas perlu uang, dapat undian berhadiah, pasti kita akan bilang “rejeki anak sholeh”. Yang ingin saya ceritakan di sini adalah tentang cairan ajaib eco enzyme. 

Saya sebenarnya pernah dengar tentang eco enzyme ini lebih dari setahun lalu, ketika teman saya saat masih aktif di HR Pertamina Mbak Hiasinta Kiki sangat bersemangat bercerita bahwa kita perlu turut dalam gerakan menciptakan lingkungan dan bumi yang sehat, mengurangi sampah organik sekaligus mendapatkan manfaatnya.  Dia sering diminta untuk sharing ke berbagai forum untuk menceritakan pengalamannya menggeluti eco enzyme, termasuk di program MPPK (Masa Persiapan Purna Karya)-nya Pertamina.  Bahasa yang saya ingat dari teman saya, “kalau kita berbuat baik kepada alam, alam akan berbuat baik pula pada kita”.  Meskipun demikian saat itu saya masih belum begitu tertarik untuk mempelajari, apalagi untuk mencoba membuatnya. Toh saya bisa mendapatkan dari Mbak Kiki misalnya untuk keperluan membuat hand sanitizer atau pembersih lantai, cairan untuk kumur dan lain-lain.

Pada suatu saat asisten rumah tangga saya yang berprofesi sebagai tukang mendapatkan kecelakaan kerja, kakinya terluka kena pisau sehingga memar dan bernanah.  Karena dekat dengan di rumah Mbak Kiki, dia diberi nasehat untuk menyeka lukanya dengan eco enzyme. Dengan dicampur dengan air hangat, luka tersebut diseka. Dalam waktu 2 hari luka yang dialami oleh asisten rumah tangga saya kering dan sembuh.   Diam-diam saya mencoba membuat sendiri lebih 3 bulan lalu, entah nanti untuk apa dan untuk siapa.  Saya mengumpulkan kulit mangga, kulit jeruk, kulit nanas, kulit pisang dan kulit pepaya.  Pokoknya minimalis saja sesuai dengan tutorial yang saya dapat di youtube, kalau bisa minimal 5 macam kulit buah.  Dengan perbandingan yang mudah diingat 1:3:10 untuk gula jawa, kulit buah (yang biasa disebut BO) dan air, bahan-bahan tersebut saya masukkan dalam wadah plastik dan saya beri tanggal 9 Juli 2022.  Saya buat dua toples ukuran masing-masing 2,5 liter.

Sekitar dua minggu lalu saya mengalami gangguan kesemutan di tangan kanan dan kiri.  Kadang-kadang disertai dengan sakit kepala yang hebat.  Hasil pemeriksaan MRI menunjukkan ruas atas tulang belakang C3 sampai dengan C7 mengalami HNP (hernia nucleus pulposus) atau orang menyebutnya syaraf kejepit.  Kondisi ini disebabkan bantalan antar tulang belakang yang lembut dan seperti agar-agar, menonjol sehingga menekan syaraf di sekitarnya.  Ini yang menyebabkan kesemutan. Oleh dokter syaraf saya diminta untuk melakukan fisioterapi dan memakai neck collar.  Sebagai orang yang aktif di media sosial, saya pasang status di Facebook foto saat difisioterapi.  “Gak cuma mobil atau motor yang perlu diservice, tapi tubuh juga”. Kira-kira seperti itu narasinya.

Tidak lama banyak teman-teman yang kontak, salah satunya teman kuliah saya  Musa Tanaja dan istrinya Hartini, pasangan pegiat gerakan dan sosialisasi pemanfaatan eco enzyme.  Setelah menceritakan kondisi kesemutan saya, dia tanya “eco enzyme yang dulu pernah saya kasih masih ada tidak?” Kalau masih ada dipakai aja untuk merendam kaki, cukup 2-3 liter air hangat dikasih 30 ml eco enzyme.  Saya bilang, wah sudah habis karena saya pakai sebagai pembersih lantai karena baunya segar.  Sejak dikasih Mbak Tini saya tidak lagi membeli cairan pembersih laintai.  Mendengar saya sudah tidak punya lagi, dia menghubungi teman-teman komunitas eco enzyme di Bogor untuk dibantu mengirimkan eco enzyme yang umurnya lebih dari 1 tahun, karena untuk membantu proses penyembuhan disarankan menggunakan eco enzyme yang sudah tua (lebih dari 6 bulan).  Tidak sampai 2 hari teman-teman komunitas di Bogor sudah merespon. Awalnya saya di-wa oleh Bu Caecilia Hesti yang sudah membuat eco enzyme lebih dari tiga tahun lalu, dan Bu Hesti mengirimkan 3 botol eco enzyme untuk detox merendam kaki.

Nah ini yang saya mau cerita tentang “pas” di atas.  Pas saya membutuhkan untuk memulihkan kesehatan saya, banyak orang yang datang membantu dan pas juga dengan eco enzyme buatan saya dipanen, tepat 3 bulan sejak masuk ke toples 9 Juli 2022 lalu.  Meskipun masih baru (usia 3 bulan), sambil menunggu kiriman dari Bu Hesti, saya memakai eco enzyme buatan sendiri.  Besoknya setelah kiriman Bu Hesti dari Bojong Gede datang, saya menggunakan eco enzyme pemberian Bu Hesti yang umurnya memang lebih cocok untuk keperluan kesehatan. Bagaimana hasilnya ? Setelah saya pakai 3 hari berturut-turut, kesemutan di tangan saya berangsur membaik. Meskipun saya tetap minum obat mecobalamin dari dokter yang merupakan vitamin syaraf, melakukan fisio terapi, akupuntur dan tetap menggunakan neck collar. Pas kan ? 

Gerakan untuk Bumi yang Lebih Bersih

Mengutip tulisan Maurilla Imran, eco enzyme pertama kali keperkenalkan oleh seorang doktor pertanian Dr. Rosukon Pompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand.  Proyek yang digagas beliau lebih dari 30 tahun lalu adalah mengolah enzim dari sampah organik yang biasanya dibuang ke dalam tong-tong sampah sebagai pembersih organik. Eco enzyme diperoleh dari fermentasi limbah dapur organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula aren/gula jawa atau gula tebu/molase) dan air. Fermentasi ini akan mempercepat menghasilkan enzim baik yang berguna untuk berbagai aplikasi, dari pembersih rumah, pupuk alami, detox dan lain-lain.

Dalam konteks manajemen sampah, pemisahan sampah organik ini menjadi sangat penting.  Sampah organik tidak terbuang percuma dan tidak mengotori lingkungan dengan bau busuk menyengat.  Proses fermentasi eco enzyme menghasilkan oksigen radikal (O) yang saat bertemu dengan oksigen (O2) akan membentuk ozon (O3). Ozon memiliki fungsi membunuh kuman, mengikat gas buangan C)2, NO2 dan CH4 yang menyebabkan polusi udara dan pemanasan global akibat efek rumah kaca.

Saya ingin berbagi pengalaman meggunakan eco enzyme untuk mengobati tanaman jambu kristal saya di Yogyakarta, yang dikelola bersama Bu Kiki dan Bu Fimel.  Suatu saat dalam usia 1,5 tahun pohon jambu yang jumlahnya sekitar 700 batang itu tiba-tiba terserang penyakit, daunnya kuning berlobang-lobang, buahnya menjadi kecil bahkan tidak sedikit pohon yang kemudian mati.  Banyak yang memberi saran disemprot dengan vitamin pohon dan dipupuk dengan NPK.  Namun Bu Kiki dan teman-teman di lapangan bereksperimen dengan tidak menyemprot dengan vitamin untuk daun tapi dengan larutan EE.  Selama lebih dari seminggu secara bertahap kebon kami dirawat dengan EE yang disemprot daunnya.  Sebulan kemudian kerontokan daun mulai berkurang, buah yang busuk juga berkurang, dan jambu yang selamat juga semakin banyak.  Yang mengherankan rasa jambunya juga menjadi lebih manis.

Saat terjadi wabah penyakit mulut dan kaki (PMK) pada sapi beberapa waktu lalu, cairan ini juga menjadi solusi tidak terduga.  Sekelompok peternak sapi di Banyuwangi dan Malang mengontak Mbak Kiki yang rumahnya saat ini bagai pabrik eco enzyme, untuk bisa membantu dengan mengirimkan cairan berwarna coklat kehitaman tersebut ke Jawa Timur. Oleh Bu Kiki dengan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Yogyakarta peternak di dua kota di Jawa Timur tersebut dan juga peternak sapi di Bantul dikirimi sejumlah sekitar 400 liter cairan eco enzyme.   Cairan beraroma segar buah tersebut oleh petani dicampur dengan jerami dan pelet yang menjadi makanan harian sapi.  Hasilnya juga mengejutkan, karena sapi yang sakit menjadi berangsur sembuh, dan tingkat kematian karena wabah PMK itu menurun drastis.

Gerakan pembuatan eco enzyme ini bagai jamur di musim hujan. Banyak pegiat lingkungan yang mensosialisasikan cara pembuatan dan manfaat dari cairan ini. Banyak pegiat yang kemudian diundang ke berbagai seminar. Tidak sedikit institusi seperti Universitas Katolik Widya Karya di Malang yang mengadakan pelatihan pembuatan eco enzyme di program KKN-nya.  Universitas PGRI Adi Buana Surabaya juga menyelenggarakan pelatihan serupa. Ada lagi Rumah Eco Enzyme di daerah Surabaya Barat yang memberi fasilitas cuma-cuma untuk masyarakat merasakan rendam kaki sekaligus belajar membuat eco enzyme.  Jika kita semua bergerak, berapa banyak bahan organik yang dapat menghasilkan enzim baik utk kita dan bumi tempat kita berpijak.

Banyak yang Belum Mengenal Eco Enzyme

Ini menjadi alasan utama saya menulis tentang cairan ajaib yang saya butuhkan pas saya perlu.  Ketika sakit kesemutan saya berkurang, saya mulai menceritakan ke berbagai group whatsapp yang saya ikuti, dari group SD, SMP, SMA, dan wa group pensiunan. Saya juga posting panen perdana saya di Instagram.  Selain itu juga cerita ke teman-teman apabila ketemu teman yang mempunyai masalah kesehatan, yang memerlukan solusi detox.

Umumnya yang belum tahu akan bertanya tentang apa itu eco enzyme ? Yang sudah pernah diperkenalkan orang lain, merespon dengan beraneka rupa pula.  “Wah saya tidak suka baunya”, “bikinnya lama ya, apa tidak bisa dibuat seminggu jadi”.  Teman penderita diabet parah yang saya ceritai tentang kadar gula saya yang cenderung turun setelah merendam kaki, merespon dengan “wah repot, suntik insulin aja pasti turun kadar gulanya”. Saya memang tidak tahu apakah ada korelasi tentang penggunaan EE dengan penurunan kadar gula darah, karena pasti perlu penelitian dan faktor-faktor yang harus dikontrol.  Jadi tidak tahu apakah itu karena makan beras porang yang rendah kalori, diet rendah karbohidrat, olah raga, sedikit stress atau berendam kaki  dengan eco enzyme.  Seperti diingatkan oleh teman saya Mbak Kiki bahwa eco enzyme bukan obat, kita tetap perlu minum obat dari dokter. Cairan ini bisa jadi menjadi katalisator yang baik untuk tubuh kita sehingga pengobatan medis kita menjadi efektif.

Namun dari respon yang beraneka tadi, menunjukkan bahwa banyak teman di sekitar saya yang belum mengenal apa itu eco enzyme dan manfaatnya untuk kita dan lingkungan.  Saya sangat senang ketika panen perdana, dan berencana untuk menggunakan sendiri atau memberikan pada teman yang membutuhkan.  Berapa rupiah yang bisa kita hemat untuk tidak membeli pembersih lantai, pengurangan penggunaan sabun untuk cuci pakaian atau piring, disetahunkan dikalikan dengan jumlah keluarga di lingkungan yang kita kenalkan ?  Berapa harga pupuk untuk tanaman kita dan digantikan dengan ampas eco enzyme ?  Berapa nilai produktivitas kita ketika kita menjadi lebih sehat, dengan tidak membeli obat ?   Yang lebih absurd lagi, berapa kita bisa mengurangi CO2 saat 100 atau 1000 atau satu juta keluarga membuat cairan dari kulit buah ini ? Saya hanya bisa memberi saran, mari kita mulai dari diri kita sendiri dan merasakan manfaatnya seperti apa.

Komunitas Eco Enzyme yang Sangat Peduli

Ketika saya berpamitan dengan bapak kos dimana anak saya tinggal di Dago beberapa bulan lalu, kami cerita “ngalor ngidul”. Sebagai sesama pensiunan Pertamina banyak hal yang bisa diceritakan. Bapak kos anak saya tadi belum lama mengalami stroke, tetapi bicaranya masih jelas dan bersemangat. Saya pernah dapat cerita kalau berendam kaki dengan cairan multi guna ini bisa membantu proses pemulihan syaraf pada penderita stroke yang tidak terlalu parah.  Atas kondisi bapak kos, saya kemudian saya cerita pada Mbak Hartini di Surabaya.  Dengan sigap Mbak Tini mengontak aktivis eco enzyme di Bandung untuk bisa mengirimkannya pada bapak kos.  Tidak sampai dua hari teman di Bandung sudah mengirimkan paket ke alamat bapak kos di Dago.

Demikian pula ketika mendengar teman saya Mas Sonny yang aktif membuat video tentang stroke-nya di youtube. Dia cerita selain untuk orang lain tapi mungkin juga untuk menyemangati dirinya sendiri yang sudah lebih 5 tahun duduk di kursi roda. Ketika saya kontak dengan Mbak Kiki di Yogya, tidak sampai 24 jam Mas Sonny bisa berendam kaki dengan cairan berwarna coklat beraroma segar ini.  Bagaimana hasilnya ? Itu masalah lain, karena kondisi setiap orang juga berbeda mengingat sistem tubuh kita yang sangat kompleks.

Dari contoh-contoh  tersebut saya merasa bahwa terbangun kepedulian dan solidaritas yang sangat tinggi dari komunitas eco enzyme.  Keyakinan bahwa berbuat baik kepada alam, akan dibalas dengan alam akan memberikan kebaikan lebih banyak, seolah mengkristal pada para pegiat eco enzyme.  “Etika” yang terbentuk di komunitas bahwa produk eco enzyme tidak untuk diperjualbelikan, tidak menghalangi mereka tetap aktif menceritakan kepada orang lain dan terus membuat enzyme hasil kemurahan alam, untuk dipakai sendiri atau diberikan pada yang membutuhkan.

Semoga dengan semangat para pegiat eco enzyme ini, bumi kita terus terjaga kualitasnya dan kita semua baik secara langsung maupun tidak langsung mendapat manfaat dari alam yang kita percaya akan memberikan lebih banyak dari yang kita berikan. 

Bogor, 20 Oktober 2022

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *