Blog Universitas Pertamina

Pengalaman Awal Alumni Universitas Pertamina

Oleh :

AM. Unggul Putranto

Dulu sekali saat habis lulus kuliah, saya bertekad bisa cepat bekerja.  Bekerja dalam bidang apa, di kota mana, di perusahaan apa saat itu tidak terlalu saya pikirkan. Yang penting masukin surat lamaran yang banyak dan perusahaan mana yang memanggil duluan dan menerima, di situ saya berniat untuk belajar.  Selama saya bekerja lebih dari satu setengah tahun di perusahaan pertama saya bekerja, saya menyadari bahwa tidak cukup kita hanya diterima bekerja, tetapi harus mampu memilih tempat kerja yang tepat.  Tentu hal tersebut sangat relatif, tetapi yang saya maksud adalah bekerja dimana kita bisa belajar mengembangkan kemampuan, belajar memecahkan masalah, belajar berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, dan belajar menerima kemarahan atasan kalau berbuat sesuatu yang salah dan memperbaikinya.

Berdasarkan pengalaman pribadi tadi, saya ingin tahu apakah anak jaman sekarang juga melakukan hal yang sama? Kira-kira setahun lalu muncul di berita surat kabar, lulusan sebuah perguruan tinggi mematok permintaan salary yang cukup tinggi untuk pekerjaan pertamanya.  Mereka beralasan bahwa bekal yang didapat dari universitasnya sudah cukup memberi garansi ia mampu berkontribusi lebih dibanding salary besar yang dimintanya. Tentu ini merupakan fenomena yang menarik.   Tapi saya tidak akan membahas masalah ini secara mendalam.

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan salah satu alumni Universitas Pertamina. Dia adalah Aulia Ainun Najib, alumni Universitas Pertamina angkatan 2017 dari Fakultas Explorasi dan Produksi, Prodi Geologi, yang kebetulan tinggal satu komplek dengan saya dan ayahnya pun saya kenal dengan naik, Pak Abdul Azis.  Baginya kuliah di UPer memberi kesan tersendiri. Kesempatan ikut dalam projek yang dikerjakan dosen dan kuliah kerja lapangan di Karang Sambungcukup mengesankan dan itu berkontribusi mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu lama. Pendekatan dosen-dosen yang tidak hanya text book, tetapi juga memperlihatkan suatu teori terjadi di lapangan, mempermudah mahasiswa untuk memahami suatu teori, hal yang pasti di-challenge saat wawancara masuk kerja.

Ainun demikian panggilannya, mendapat pekerjaan pertamanya saat dosen pembimbing risetnya saat kuliah, mengajaknya bergabung dalam proyek dari LAPI ITB, dimana dia bertanggung jawab manganalisis kapabilitas lahan untuk komplek industri di Kalimantan Timur. Bekerja di lapangan tentu menjadi impian bagi alumni geologi karena di sana mereka bisa menglihat suatu permasalahan  yang mereka pelajari di kelas.

Pengalaman awalnya di Kalimantan tersebut, membawanya untuk mendapat pekerjaan lain yang sifatnya project based di dua perusahaan konsutan yang bergerak di bidang soil analysis.  Bekerja di site di daerah Kutai Kertanegara Kalimantan Timur, diakuinya mangasah kemampuan supervisinya.  Dia mendapat tugas mendampingi klien dalam pengeboran explorasi sesuai dengan standar geo teknik.  Ketika bekerja dalam tim, Ainun bisa mengamati dan berinteraksi langsung dengan karyawan-karyawan kontraktor dengan berbagai sifat dan karakter yang belum pernah dia temui selama kuliah.  Dia seolah menemukan cara bagaimana mengatasi suatu konflik dalam tim yang pendekatannya sangat individual.  Konflik adalah sesuatu yang lumrah dalam bekerja. Konflik diatasi dengan tidak memihak, tetapi dengan pendekatan agar ditemukan titik tengah yang bisa diterima semua pihak, sehingga laju progress yang ditetapkan atasannya tidak terhambat. 

Ketika saya tanyakan tentang skills apa yang dibutuhkannya dalam bekerja sebagai seorang geolog di lapangan, dia menyampaikan bahwa ada satu skill teknis yang wajib dikuasai yaitu safety procedureSkill atau kompetensi ini mutlak harus dimiliki setiap insan yang bekerja terutama di daerah yang mempunyai risiko tinggi. Safety awareness mesti ter-internalisasi pada setiap orang.  Dari yang diceritakan Ainun tentang kompetensi safety tersebut, saya merasa bahwa mungkin Prodi Geologi dan prodi-prodi lain yang area pekerjaan para lulusannya terpapar dengan resiko keselamatan, perlu memikirkan sertifikasi saat mereka belum lulus.  Sertifikasi tersebut diharapkan memberi bekal keselamatan, sekaligus memberikan nilai tambah bagi alumni Universitas Pertamina.  Sebutlah beberapa diantaranya fire fighting, contractor safety management system, kesehatan kerja dan sebagainya.

Sebagai orang yang belum terlalu lama bekerja di lapangan, ia memberi pesan pada adik-adik mahasiswa dan alumni yang nanti akan bekerja tentang beberapa sikap yang harus dikembangkan.  Open mind, tidak malu untuk bertanya pada atasan atau tim yang sudah mempunyai pengalaman lebih lama, berdiskusi secara mendalam dengan sikap yang fleksibel.  Namun mesti mengembangkan fleksibelitas, dalam hal safety tentu hal yang berbeda dan tidak bisa ditawar-tawar.

Meskipun tidak ingin saya bahas banyak tentang salary seperti saya sampaikan di atas, saya ingin memberi pesan pada adik-adik alumni bahwa salary merupakan hal yang linier dengan kemampuan yang kita berikan pada perusahaan dimana kita bekerja.  Tidak ada standar salary berdasarkan asal universitas.  Perusahaan akan menilai kita akan menerima salary dan fasilitas lain berdasarkan kemampuan kita.  Belum lama saya bertemu dengan rekan yag sudah lama bekerja di bidang informatika, dia mengatakan tiap perusahaan mempunyai standar sendiri dan yang membedakan adalah bidang dari calon karyawan.  Namun jika seorang calon karyawan mempunyai kemampuan yang menonjol, biasanya ada pertimbangan khusus untukcalon karyawan yang mempunyai potensi tersebut.

Bogor, 13 Juni 2022

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *