Blog Universitas Pertamina

KUMBAKARNA dan TANGGUNG JAWAB AUDITOR

Oleh AM. Unggul Putranto

Ketika saya membenahi ruangan kerja saya di Pertamina Training and Consulting (PTC), saya memikirkan untuk memajang wayang kulit sebagai penghias dinding.  Harapan saya wayang itu memberikan self motivation selama saya bekerja.  Beberapa tokoh saya pertimbangkan, Prabu Kresna, Wrekudara, Janoko,  Prabu Rama, Semar dan beberapa yang lain.  Prabu Kresna tentu merupakan tokoh sentral yang memberikan kemenangan dalam pertempuran besar Barata Yudha antara Pandawa dan Astina. Kemampuan kepemimpinannya patut diteladani jika ingin memenangkan suatu kompetisi. Tetapi dalam memenangkan perang seringkali raja Dwarawati ini berbuat licik, bahkan kepada yang saudaranya sekalipun. Kalau dicari akar sebab musabab perang Barathayuda, yang membunuh seratus saudara Kurawa dan banyak pasukan Pandawa, Prabu Kresna menjadi tersangka nomor satu. Dalang memvisualisasikan Kresna sebagai sosok yang tidak terlalu tinggi, berwajah hitam, mempunyai gaya bicara yang tinggi agak “kemayu” dengan aksen yang cepat. Dalam bahasa Jawa, gaya bicaranya dapat dikatakan sebagai “crigis”, cerewet dan kenes. Ia menyampaikan pendapatnya sebagai titah, untuk dijalankan, tentu dengan argumentasi strategis untuk memenangkan suatu pertempuran. Sifat licik, curang dan raja tega dari ahli strategi pemimpin Amarta ini menghapus pilihan saya memajang tokoh ini di dinding kamar kerja saya.  

Wrekudara dan anaknya Gatotkaca juga tokoh yang menarik.  Wrekudara atau Bimasena (Bima) yang dalam wayang Jawa digambarkan sebagai ksatria Pandawa dengan tubuh yang besar, sakti dan hanya bisa berbahasa “ngoko”, tidak bisa kromo hinggil, bahasa Jawa halus. Anak kedua Prabu Pandu yang memiliki kedigdayaan kuku Pancanaka ini seorang yang lugas, tanpa basa basi, taat, setia dan pembela kuat dari Pandawa.  Sifat to the point-nya Wrekudara ini lebih dekat ke sifat kekuatan penggertak daripada sifat diplomat yang mempengaruhi lawan bicaranya dengan gaya membujuk. Sifat ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan anaknya yang tidak kalah digdayanya, Raden Gatot Kaca. Ksatria yang mempunyai kemampuan terbang ini bagai senjata stealth yang ditakuti oleh lawan-lawannya.  Dia dikenal sebagai superman yang selain bisa terbang tanpa sayap, tetapi juga otot kawat tulang besi, yang tidak mampu ditembus oleh panah saudara-saudara Kurawa-nya. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia membunuh banyak sekutu Kurawa, sebelum  akhirnya gugur di tangan Adipati Karna.  Seperti bapaknya, ksatria ini juga seorang yang setia membela keluarga dan kebenaran.  Ia akan menjalankan perintah Prabu Kresna tanpa reserve. Kelemahan kedua tokoh sakti ini juga membuat saya ragu untuk memajang ksatria hebat ini, meskipun banyak kekaguman yang saya endapkan dalam hati.

Mungkin karena tragisnya kisah Mahabarata, yang penuh tragedi gugurnya ksatria-ksatria baik di kubu Amarta dan Astina, sulit menemukan tokoh idola. Kemudian saya beralih ke epos Ramayana, yang antara lain mempunyai penggalan romansa Rama dan Sita (dalam wayang Jawa dieja dengan Sinta}.  Ramayana sendiri berasal dari kata Rama dan Ayana, yang berarti Perjalanan Rama. Sita merupakan istri dari Sri Rama, adalah inkarnasi dari Dewi Laksmi dewi keberuntungan menurut ajaran Hindu.  Ramayana berfokus pada penculikan Sita oleh Rahwana atau Prabu Dasamuka raksasa yang bisa berubah menjadi sosok dengan sepuluh wajah dan duapuluh tangan dari Kerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Atas penculikan istrinya, Sri Rama meminta batuan bangsa Winara dari Kerajaan Kiskenda yang memiliki pasukan kera yang jumlahnya ribuan, dan salah satu yang paling sakti adalah kera putih bernama Hanoman. Di pihak Alengka yang rakyatnya semua raksasa, ada satu tokoh  baik yaitu Kumbakarna. Dia adalah adik dari sang raja Rahwana. Kumbakarna adalah raksasa yang luar biasa besar, saya membayangkan tingginya lebih dari 100 meter. Dia tidak banyak bicara, karena dia suka tertidur dalam waktu yang sangat lama, berbulan-bulan dan tidak bisa dibangunkan.  Tampaknya ia menderita hypersomnia parah.  Namun ketika bangun dia selalu mengingatkan kepada kakaknya Rahwana bahwa perbuatannya salah dan minta supaya Sita segera dilepaskan dan dikembalikan kepada Sri Rama.

Ketika ketegangan memuncak karena Rahwana tetap menahan Sita di suatu taman yang indah dan ingin memperistrinya, Rama mengerahkan pasukan Winara menyerbu Kerajaan Alengka. Merasa memerlukan bantuan adiknya untuk menghadapi musuh yang datang, Rahwana mencari Kumbakarna. Sayangnya sang adik sedang tertidur dan sulit dibangunkan.  Didatangkanlah 1000 gajah untuk menginjak-injak badannya, menaruh makanan paling lezat agar ia bisa mencium baunya, serta berton-ton dupa wangi agar syaraf-syaraf di hidungnya membangunkan tubuhnya.  Setelah diinjak-injak oleh pasukan gajah, akhirnya Kumbakarna terbangun dan melahap semua makanan yang tersedia di depannya.  Dia enggan menghadapi Rama, dan kembali mengingatkan Rahwana agar tidak terjadi pertumpahan darah.  Saran Kumbakarna itu sedikit membuat kakaknya terharu hingga meneteskan air mata.  Sang adik bilang bahwa ia akan maju menghadapi Rama dan masukan Winara, untuk membela kerajaan bukan membela kejahatan yang dilakukan kakaknya.  Kumbakarna maju peperangan tanpa rasa dendam pada Rama dan pasukannya, semata-mata menjalankan tugas negara.  Dia berhasil membunuh ribuan kera sebelum akhirnya panah Rama memutuskan kaki, tangan dan kepalanya.  Gugurnya Kumbakarna ini mengakhiri perang besar, dengan Rama berhasil membawa lagi istrinya Sita ke Ayodhya.

Kepahlawanan Kumbakarna yang membela kebenaran, bahkan rela mati demi negara ini seolah merasuk jiwa dan mempengaruhi cara pandang saya melihat sekitar.  Banyak orang tidak berani menyatakan kebenaran karena kuatir posisinya terusik, sementara yang lain diam pura-pura tidak tahu ada kejahatan dan ketidak-adilan.  Hipersomia Kumbakarno saya lihat sebagai “diam yang bekerja dan berdoa”. Ia bertapa berharap angkara murka sirna ketika ia terbangun.

Keinginan untuk membela kebenaran, ketaatan pada kerajaan, tidak ada perasaan kebencian dalam menjalankan tugas yang ditunjukkan Kumbakarna ini yang membuat saya “kesengsem” dan memutuskan untuk memesan tokoh wayang ini dibuat dengan ukuran yang seperti dipakai dalang dalam pertunjukan wayangnya, untuk saya pajang di ruang kerja saya di PTC.

Integritas sebagai Auditor

Tepat satu setengah tahun lalu, saya mendapat tugas dari Rektor Universitas Pertamina Prof. IGN. Wiratmaja Puja, PhD untuk menjabat sebagai Ketua Satuan Pengawasan Internal (SPI). Saya masih ingat kata-kata beliau , “Pak Unggul jangan pension dulu, kira-kira peran atau posisi apa yang dapat dimainkan?”.  Saya menjawab bahwa saya mempunyai pengalaman dalam pengembangan bisnis, karena 6 tahun menjadi direktur Pemasaran dan Operasi PTC.  Mungkin pertanyaan yang diajukan hanya dialog pembuka saja, dan Prof. Wirat mengatakan “Saya memberi tugas Pak Unggul untuk menjadi Ketua SPI, semoga sukses menjaga Universita Pertamina”.  Sejenak saya ragu dengan tugas yang diberikan Rektor, namun saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan.

Sempat berpikir apa modal saya untuk menjalani tugas ini. Saya memang pernah mempunyai pengalaman sebagai auditor di salah satu perusahaan alat berat, tetapi itu sudah lama sekali dan waktunya juga sangat singkat.  Setelah itu pekerjaan yang saya kerjakan lebih banyak di bidang organisasi, human capital dan marketing.  

Tokoh wayang Kumbakarno seolah muncul kembali dalam benak saya dalam menghadapi tugas yang diberikan Pak Rektor tersebut. Sifat yang melekat dari ksatria raksasa ini seolah tepat dengan tugas yang harus saya emban.  Keberanian menyampaikan kebenaran, tidak ada rasa dendam meskipun kepada lawan dan membela kerajaan meskipun kebijakan kerajaan tidak seperti yang dia harapkan, demikian pas dengan karakter untuk sukses sebagai auditor.   Dengan tim berjumlah 3 orang, saya menekankan kepada tim agar dalam melakukan pemeriksaan fokus pada hal-hal berikut : apakah operasional yang dilakukan oleh auditee sesuai dengan pedoman atau rules yang ada, apakah terjadi ketidak-efisienan penggunaan sumber daya yang menjadi tanggung jawab auditee, nyatakan dan catat hal yang memang merupakan pelanggaran, terbuka terhadap semua informasi baik yang didapat selama pemeriksanaan maupun diluar pemeriksaan, dan atas itu semua berikan saran perbaikan agar ke depan tugas-tugas fungsi yang diperiksa mendukung tercapainya good university governance.   Hal yang sama juga saya sampaikan kepada auditee saat kick of meeting, kami tidak hanya mencari pelanggaran atau kesalahan semata, tetapi mari kita gali hal-hal yang bisa kita perbaiki bersama agar tugas yang dilakukan oleh fungsi mempunyai dasar yang kuat.

Pendekatan ini tampaknya mendapat respon positif dari fungsi-fungsi yang kami periksa.  Pelanggaran tetap kita nyatakan sebagai suatu kesalahan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, tetapi auditee juga cukup antusias memberikan saran perbaikan yang nantinya akan dituangkan dalam pedoman atau prosedur.  Saya berusaha untuk memberikan perspektif dari suatu situasi agar suatu ide perbaikan bisa diterima. Seperti kami lakukan dalam pemeriksaan terhadap fungsi Marketing and Communication kemarin (1/12/22). Saya bertanya, pernah ada rencana untuk mendirikan radio kampus, mengapa hal tersebut belum terlaksana.  Saya memberikan contoh di radio kampus ITB, 8ehradioITB. Kami menunjukkan posting dari radio kampus ITB tersebut. Postingan yang menarik di media sosial akan menjadi alat promosi yang efektif.  Saya memberikan contoh jika mahasiswa bisa mewawancarai orang band yang disukai anak muda misalnya Sri Khrisna, mungkin akan banyak anak Yogya yang pingin mendaftar di Universitas Pertamina.  Dari investasi yang harus kita keluarkan, kita juga bisa mengkapitalisasikan promosi yang sudah kita jalankan.  

Kembali pada tanggung jawab sebagai auditor, respek kepada auditee harus tetap dipertahankan. Namun kalau terjadi pelanggaran, dengan bukti yang kuat kita tunjukkan konsekuensinya.  Respek berarti tidak menyimpan dendam.  Respek juga berarti keinginan untuk memberi saran perbaikan agar kelemahan yang terjadi bisa diperbaiki.

Saya membayangkan tokoh Kumbakarna dalam bentuk tiga dimensi, sekaligus memberi jiwa pada setiap auditor yang mengawal Universitas Pertamina mewujudkan good university governance.

Bogor, 2 Desember 2022.

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *