Blog Universitas Pertamina

BELAJAR DARI KASUS ROBOT TRADING SCAM

Penyesalan selalu saja datang terlambat, karena kata itu memang mengandung arti peristiwa tidak mengenakkan yang sudah terjadi.  Setiap orang pasti pernah menyesal, pernah mengalami peristiwa yang menyesakkan, meskipun dia seorang sultan, istilah anak muda yang untuk menunjukkan orang yang kaya dalam usia dini.  Kali ini saya ingin memberi komentar tentang “investasi bodong” yang telah banyak makan korban.  Ratusan ribu orang menjadi korban, trilyunan rupiah dibawa kabur penjahat.  Puluhan robot trading yang tersedia di pasar, dengan aneka pairing yang ditawarkan, misalnya DNA (gold, XUAUSD), Farhrenheit (Crypto, BTCUSD), Net89 (crypto) dan sebagainya.

Perusahaan yang berbentuk PT tersebut yang dalam promosinya selalu menyatakan mereka sudah mengantongi ijin dari Bappebti, menawarkan profit dari trading berbagai komoditas di pasar internasional.  Dari mana datangnya profit ? Intinya mereka melakukan pembelian komoditas saat harga turun dan menjual saat harga naik, dan itu semua dilakukan dengan menggunakan algoritma yang sudah teruji sehingga bisa memberikan keuntungan yang konsisten.  Siapa yang tidak tertarik dengan return 20 persen sebulan ?  Nasehat dari pakar investasi untuk menghindari penawaran yang “too good to be true” pun, akan diabaikan dengan rasionalisasi sudah banyak yang menikmati dan aman-aman saja sejauh ini.

Awal dari peristiwa itu tentunya dimulai dari upaya marketing yang sangat canggih dan masif, dengan bumbu penggunaan artificial intelligence dan algoritma sehingga mendistorsi logika yang sudah mapan.  Apalagi terdapat kondisi eksternal yang “mendukung”, seperti ekonomi masa pandemi yang cenderung menurun, peningkatan tingkat pengangguran, kebijakan banyak perusahaan memberlakukan work from home, dan masih banyak faktor eksternal lain.  Kondisi eksternal ini mempengaruhi psikologis seseorang, yaitu euphoria ketika ada tawaran untuk menghasilkan pendapatan dengan mudah maka pilihan itu yang akan diambil.  Sementara logika yang sudah mapan mengatakan “penghasilan hanya bisa kita dapatkan dari bekerja dengan baik”.

Saat euphoria bahwa banyak orang menganggap mudah mendapatkan penghasilan dengan slogan “duduk, diam, dapat duit”, semakin banyak orang tertarik untuk bergabung.   Bahkan tidak sedikit yang meminjam dana dari orang orang lain, berhutang ke bank atau lebih celaka lagi meminjam ke pinjaman online yang mempunyai tingkat bunga yang sangat tinggi.

Kecurigaan Skema Ponzi

Ketika seseorang masuk dalam suatu kegiatan investasi pasti akan memikirkan beberapa hal seperti legalitas, umur dari suatu usaha, cara kerja atau business process, volume (jumlah orang yang terlibat dan nilai uang), pilihan investasi sejenis dan sebagainya. Hal-hal tersebut menentukan level of confidence seseorang yang akan bergabung.   Ketika tahu bahwa suatu platform sudah berjalan lebih dari dua tahun misalnya, orang akan confidence untuk masuk dengan harapan bahwa platform dari bisnis tersebut sudah teruji dan akan memberikan return yang tinggi jauh di atas rata-rata investasi konvensional.  Orang akan membandingkan dengan usaha sejenis yang kebanyakan bubar sebelum satu tahun.

Saat regulator yaitu Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) bergerak dengan memblokir ratusan situs yag terkait dengan robot-robot trading tersebut pada akhir tahun 2021, mulailah “musim gugur”.  Orang berhenti berinvestasi, terjadi rush penarikan dana, profit mengalami kendala saat dilakukan withdrawal,  dan terakhir yang dilakukan adalah tindakan hara-kiri perusahaan robot trading melakukan margin call.  Ini semua membuktikan bahwa profit yang diberikan pada investor selama ini didapat dari investasi dari pendatang baru, dan bukan real trading seperti yang selama ini dipromosikan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.  Itu yang dimaksud dengan skema ponzi, yang istilahnya berasal dari praktek “nakal” perdagangan internasional yang dikenalkan oleh Charles Ponzi pada tahun 1920.

Apa yang Bisa Dilakukan Oleh Regulator dan Aparat

Sambil menunggu perkembangan yang penyidikan kasus-kasus yang melibatkan banyak perusahaan ini diungkap, kita bisa berandai-andai tentang apa yang akan terjadi.  Kita ambil salah satu contohnya DNA Pro Akademi, yang memperdagangkan komoditas gold (trading xauusd).  Ini kasus menarik karena baik benar ponzi atau tidak, dua-duanya merugikan konsumen, kenapa ?  DNA dari sejak berdiri dua tahun lalu mengatakan bahwa mereka memakan broker Alfa Group yang kantor pusatnya di Russia.  Broker dalam perdagangan komoditas adalah hal yang wajar, dimana dana dari investor ditempatkan pada broker yang terdaftar dalam perdagangan komoditas, yang pada akhirnya terjadi keseimbangan supply-demand yang menentukan harga komoditas tersebut secara real time. Kalau itu benar dana investasi DNA disetor ke Alfa Group, karena sanksi dari dunia terhadap Russia dalam perangnya di Ukraina, dipastikan tidak akan bisa ditarik saat ini. Bagaimana bisa menarik dana karena Russia dikeluarkan dari organisasi yang mengelola SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication).  Pasti butuh waktu yang lama dan tidak pasti ketika semua kembali norma, perang berakhir dan Negara tersebut dimasukkan lagi ke SWIFT.

Nah sebaliknya kalau ternyata yang dijalankan adalah skema ponzi, berarti dana investor tidak dimasukkan ke broker sebagai syarat mengikuti trading komoditas, tetapi dikelola secara mandiri oleh perusahaan tersebut.  Kalau ini terjadi berarti sudah terjadi fraud dari awal.  Yang bisa dilakukan oleh penyidik Bareskrim Polri adalah memblok dana yang konon berjumlah lebih dari 20 trilyun itu, tidak dilarikan ke negara-negara yang tidak tersentuh karena peraturan perlindungan nasabah seperti Swiss, Cayman Island, Marshall, Bahama atau Macau. 

Seiring dengan yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum, regulator harus segera mengeluarkan peraturan yang melindungi kepentingan investor secara maksimal.  Seperti misalnya peraturan tentang jumlah investasi, penempatan dana investasi, uji validitas trading, pelaporan, perpajakan dan sebagaimanya.

Kembali Pada Prinsip Investasi

Kalau di awal saya sampaikan tentang penyesalan atas kasus yang terjadi saat ini, kejadian ini harus kita jadikan pelajaran yang sangat berharga dalam hidup.  Alarm kita seharusnya akan cepat menyala ketika menerima penawaran return yang jauh di atas rata-rata.  Setiap industri investasi mempunyai standarnya, yang diijinkan OJK seperti P2P lending mempunyai tingkat return 10-14 persen per tahun, dengan persentase resiko berkisar satu digit.  Jika kita mau masuk ke sektor properti, mungkin kita bisa memperkirakan keuntungan 10-15 persen per tahun. 

Setelah kita menentukan tempat investasi yang menjadi pilihan kita, kenali risikonya dengan baik.  Saya pernah mengenal teman yang membeli sarang burung walet dengan harga yang tidak murah, tetapi di atas kertas sangat menguntungkan karena harga per gram sarang wallet kualitas baik mencapai Rp 100.000. Dia tidak memperhitungkan risiko yang tidak kelihatan saat membelinya yaitu penolakan warga karena diyakini burung-burung tersebut juga mengirim kotoran yang mengganggu warga.  Di properti pun juga demikian, meskipun diatas kertas RAB berbicara profit 10-15 persen, tetapi ketika tanah yang kita beli ternyata bermasalah legalitasnya tentu akan berakhir dengan kerugian.

Meskipun kita menyadari setiap investasi mempunyai risiko, tetapi terlalu meratapi suatu kegagalan investasi bisa berakibat lebih jahat bagi kita.  Depresi bisa berakibat imunitas tubuh kita menurun, virus dan bakteri akan datang dengan cepat, produktivitas juga akan drop dan kita akan lupa sesuatu yang sebenarnya menjadi hak kita yaitu bahagia.

Jakarta, 30 Maret 2022   

AM. Unggul Putranto

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *