Blog Universitas Pertamina

Peran Serta Sivitas Akademika dalam Pencegahan Korupsi

Oleh :

AM. Unggul Putranto

Kemarin (20 Juli 2021) Universitas Pertamina mengundang Pak Piping Effrianto, MSi, CFrA untuk berbicara tentang pentingnya budaya anti korupsi di lingkungan universitas.  Pengalaman beliau yang lebih dari 30 tahun bekerja di berbagai lembaga yang berhubungan dengan penegakan governance seperti KPK, BPKP dan sekarang sebagai Auditor Madya Sekretariat Jenderal DPR RI, bisa menceritakan bagaimana dinamika sekitar terjadinya korupsi di negeri ini, dan bagaimana sivitas akademika universitas bisa berperan di dalamnya.  Acara ini sejatinya merupakan bagian dari salah satu persyaratan Akreditasi Perguruan Tinggi, dan ditegaskan dalam Permenristekdikti No. 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Pendidikan Tinggi.

Diikuti oleh sekitar 200 orang yang terdiri dari dosen, tekdik dan mahasiswa yang hadir baik secara luring maupun daring, sosialisasi ini diharapkan menjadi virus baik pencegahan tindak korupsi baik di UPer maupun di tempat mereka berkarya dalam masyarakat nanti.  Dalam kesempatan pengantar sosialisasi, saya sampaikan pengalaman saya minggu lalu saat mewawancarai calon penerima beasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat.  Kepada calon penerima beasiswa saya tanyakan bagaimana Anda bisa bertahan hidup dengan penghasilan tidak tetap orang tuanya yang bekerja sebagai tukang rujak keliling kampung dengan rata-rata penghasilan bersih Rp 1,5 juta sebulan.  Saya kaget dengan jawaban calon yang menceritakan bahwa dia mendapatkan “upah” menjadi joki pembuatan tugas kuliah dari teman-teman kelasnya, berupa makan siang dan kadang uang jajan.  Hati dan pikiran saya berkecamuk dengan berbagai pertanyaan, apakah ini merupakan gejala gunung es, bagaimana objektifitas nilai yang diberikan dosen, samakah ini dengan konflik yang dialami hakim yang harus memutuskan vonis untuk pencuri yang anaknya sakit kritis di RS dan tentu dengan moralitas dari keputusan saya untuk merekomendasikan  atau tidak pada anak yang pintar sekali yang “berbuat baik” untuk teman-temannya ? 

Dalam sejumlah kesempatan dalam paparannya Pak Piping menyampaikan bahwa dalam pemberantasan korupsi kita harus tahu “musuh” kita yang sebenarnya, tidak hanya ikut demo atau turun ke jalan, tetapi tidak tahu apa yang mereka tuntut.  Istilah “musuh” mengacu pada akar masalah yang harus disadari oleh setiap orang yang peduli pada  pemberantasan korupsi.  Diceritakan berbagai contoh bagaimana suatu peraturan sengaja didesain agar menguntungkan pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan.  Misalnya peraturan pengadaan suatu jasa konsultasi, dibuat peraturan mewajibkan pengalaman di atas 5 tahun, sehingga konsultan-konsultan baru yang mungkin kualitasnya bisa bersaing dengan konsultan yang sudah exist gugur dalam proses administrasi pengadaan.

Hal yang mirip juga saya tanggapi dalam sesi tanya jawab. Pak Rangga menanyakan tentang persyaratan seleksi dosen yang sangat banyak, spesifik dan bisa dipersepsi mengarah pada calon tertentu yang menjadi target. Persyaratan yang detail dan spesifik disatu sisi menunjukkan transparansi dan di sisi lain menimbulkan persepsi ‘pengarahan’.  Saya mencoba menanggapi pertanyaan penarik ini dari pengalaman di Pertamina dalam melakukan seleksi terutama untuk pekerja berpengalaman.  Saya sampaikan bahwa Pertamina menggunakan persyaratan umum dan persyaratan kompetensi (competency based).  Persyaratan umum mengacu antara lain pada latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, prestasi dan sebagainya.  Sedangkan persyaratan kompetensi melihat kompetensi perilaku (behavioral competency) yang umumnya diukur dengan serangkaian evidence yang didapat dari proses assessment center.  Selain memberikan daya prediksi yang tinggi, assessment center mengukur kompetensi-kompetensi apa saja yang perlu dikembangkan oleh calon seandainya nanti diterima menjadi pekerja. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari seleksi menjadi lebih objektif.

Kembali pada materi sosialisasi, disampaikan bahwa ada sejumlah faktor yang mendorong terjadinya fraud/korupsi, seperti disampaikan oleh Jack Bologna sebagai “GONE” Theory.  Faktor-faktor itu adalah Greed (keserakahan),  Opportunity (kesempatan), Needs (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).  Keempat faktor tersebut akan saling berkait dan yang lebih bahaya lagi apabila menjadi habits (kebiasaan) dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.  Oleh karena itu sangat mendasar dan masuk akal Permenristekdikti yang disebut pada awal tulisan ini, menjadi salah satu persyaratan dalam akreditasi. Apalagi jika melihat data dari Transparency International seperti pernah ditulis dalam Tempo.co bahwa skor index persepsi korupsi Indonesia dari tahun 2012-2021 relatif belum banyak bergerak meskipun sudah ada arah yang positif.  Berdasarkan data tersebut di kawasan Asia Tenggara, kita masih kalah dibandingkan dengan Singapore, Malaysia dan Thailand untuk tahun 2010-2012, tapi sudah mengungguli Thailand pada periode tahun 2020.

Dalam suatu paparan diperlihatkan tentang foto salah satu dampak dari tindak korupsi yang sangat merusak tatanan masyarakat, yang salah satunya tentang gambaran kemiskinan di daerah yang hanya selemparan batu dari ibukota.  Tampak foto yang memperlihatkan perjuangan anak-anak SD berangkat sekolah menyeberangi jembatan reot yang hampir rubuh menyeberangi sungai yang cukup lebar, yang tentunya membahayakan keselamatan jiwa mereka.   Dampak korupsi akan mengakibatkan APBN yang sudah direncanakan tidak bisa dirasakan untuk kepentingan masyarakat, pembangunan menjadi mandeg, dan pada akhirnya mengakibatkan kemiskinan yang meluas.

Dalam sambutan pembukaannya oleh WRS mewakili Rektor yang sedang dinas keluar kota, Pak Lawni mengatakan bahwa Universitas Pertamina sudah membangun system/aplikasi yang menjamin transparansi yaitu UP Care, yang intinya sivitas akademika baik itu dosen, tendik dan mahasiswa diberi kesempatan untuk melaporkan kejadian yang berpotensi melanggar governance. Dalam aplikasi UP Care tersebut Satuan Pengawas Internal bertanggungjawab untuk mengkaji dan menyelesaikan permasalahan berupa saran kepada pimpinan apakah berupa penindakan atau perbaikan prosedur.  Keberadaan sistem UP Care yang sedang disiapkan versi revisinya oleh timnya Pak Erwin, diharapkan akan mampu meningkatkan kepedulian dan peran serta seluruh sivitas dalam upaya memerangi korupsi, mencegah fraud dan menyempurnakan peraturan yang ada. 

Dalam paparan penutupannya Pak Piping menyampaikan pesan pada para mahasiswa yang mengikuti acara sosialisasi ini bahwa pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal yang kecil dan dimulai sekarang juga.  Mahasiswa diharapkan mengambil peran dalam setiap strategi pemberantasan korupsi dengan cara yang santun, bermoral dan bertanggungjawab.

Bogor, 22 Juli 2022

Share :
Previous Post
Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *